Kopiah putih

Minggu, 23 September 2012

"Kopiahmu harganya berapa? Lima belas ribu..murah ya? Pas sekali di kepalaku, tapi aku malu memakainya." Kata-kata terakhirnya membuat keheningan ini penuh arti yang tersembunyi, air mata kemudian berkelinang dengan sendirinya. Aku tahu apa maksud semua ini, mungkin itu salah satu mimpinya bahkan mimpiku juga. Aku ingin melihat dia tersenyum dengan pakaian ihram yang suci. Aku yakin Dirimu begitu bersahaja,sesampai ada seorang ibu tua merengek kepadaku meminta agar bertemu denganmu, katanya untuk satu hari saja. Satu lagi yang indah, aku selalu menunggu untuk mendengar kisah-kisah masa lalu mu di sofa yang penuh kerinduan ini. Tertuju: untuk Seorang ayah

Surat untuk lamunan

Mereka tidak akan tahu begitu juga dirimu, tentang pengorbanan, perjuangan dan perasaan. Dalam ingatanku lorong-lorong sukajadi yang dulu begitu indah dengan cerita dan kenangan,tetapi kini penuh dengan air mata dan kesedihan begitu pula kesakitan, selangkah, dua langkah, tiga langkah aku coba untuk menjauh dari kisah tentangmu bahkan aku lumpuh untuk melanjutkan langkah ke empat, aku ingin berbalik arah, berlari dan memelukmu, tapi aku ini siapa?,aku juga tidak tahu kamu itu siapa?. Semoga tidak ada kebingungan dan keputusasaan yang datang, ini langkah seorang berparas penyamun yang terperangkap arti cinta. Penyamun yang mencoba menjadi pangeran,biarpun pangeran yang selalu kalah jika perbandingan itu datang, perbandingan tentang segalanya bahkan tentang seseorang yang lain. Kutawaringin yang sepi ini adalah saksi kesabaran rasa cinta, jadilah diriku maka kau akan tahu segalanya, merasakan segalanya,lalu setelah itu apa yang akan kau lakukan?, tentang kisah kasih asmara yang ternoda. Dari laki-laki yang tidak berani menyebutkan namanya untuk lamunan tentang dia yang telah menjadi kenangan

semangat tuanya

Semangat mungkin sebuah modal untuk kakek renta ini, berjalan membungkuk menelusuri jalan setapak, dengan tenaga yang tersisa, dengan kemeja batiknya, dengan sarung kusutnya, juga dengan kopiah hitamnya yang perlahan menuju rumah tuhan yang bercahayai, senyumnya adalah keyakinan bahwa hidupnya penuh kebahagiaan. tangannya begitu hangat, lewat tangannya seakan ingin bercerita tentang hidupnya di masa muda, disaat dia menjadi satria untuk orang-orang di sekitarnya, serta perjuangan tiada akhir untuk selalu bersujud kepada tuhan. semoga malaikat adalah pengawal di hembusan nafas tuamu kini.
oleh Fahrur Ridho Amin