utusan dari lor 2

Jumat, 25 Oktober 2013

menyambung dari cerita sebelumnya, 3 utusan dari lor
empat tahun kini sudah berlalu sahabat sejak kita terakhir kali mengucapkan mimpi-mimpi kita di depan meja dengan lampu yang gemerlap, banyak cerita yang sudah kita lalui di dalamnya tentang ceritaku, juga mungkin cerita kalian.dalam perjalananya aku tau begitu tidak mudah untuk mencapai hari ini, akupun merasakanya.

tahukah sahabat, disini aku bahagia bertemu keluarga baruku, karena mereka selalu ada untukku juga sesosok wanita yang telah berjuang mengisi hari-hariku dengan kasihnya(rani miranti), sesekali aku merindukan mu wahai calon sarjana ekonomi deni haris, begitu juga kamu wahai perawat yang kini melangkahkan kakinya menuju negeri matahari,rano pangrango. senyumku tak tertahan karena aku bangga dan bahagia mendengar kabarmu. sahabat, selangkah lagi dirimu sidang dan segera menyandang sarjana ekonomi.negeri sakura pun telah kamu genggam itulah mimpi-mimpi kalian. aku akan menyusul kalian sahabat, kesibukaknu kini tidak lebih hanya mengetik pada monitor ini, menemaniku menulis hingga langit berubah lembayung.

bukankah kita punya adik? gadis mungil dengan senyumnya yang manis Ary adiani, kemana dia..? bagaimana kabarnya? .telah lama dia tidak ada kabar, tapi kulihat dia juga bahagia.

waktu pastilah terus berputar tiada lelah, hari tentunya berganti tiada bosan. kita pun pastilah akan semakin menjauh pergi bersama kesibukan kita. kita dipertemukan saat berseragam putih abu-abu, dan di jauhkan oleh mimpi dan cita-cita kita, ingat hanya dijauhkan tidak untuk dipisahkan, di dalam hati telah terukir cerita dan kenangan yang kita simpan untuk di kenang dan di ceritakan kembali di hari tua.kita akan terbahak lagi melupakan usia kita yang telah senja. kita tidak tau entah kapan,dan dimana.. semoga nanti kita di pertemukan lagi di depan meja dengan lampu yang gemerlap, seperti awal kita bermimpi. sahabat


  untuk sahabatku Deni,Rano dan adik kecil kita Ary


sajak tengah malam

Kamis, 13 Juni 2013

seakan semua yang terasa kini menguliti kenangan
pada mawar telah menguncup dibawah rembulan
senyum dan airmata bersetubuh laksana perwira mengawal ditepi cerita berakhir noda
menjadi malam mencekam penuh gelisah
kemarahan menyerbu garis hati yang terinjak kedustaan.
kesalahanpun kian tak termaafkan dari bibir bibir basah tersentuh kesucian hujan
siang kapan datang melingkupi butiran waktu yan menari kemudian.
melupakannya diatas kebencian
selamanya akan terdiam seperti kemarin diawal pertemuan.
kusudahi disini saja, karena sudah terulang kembali.

Hawa Berseni

Selasa, 26 Maret 2013

dia hawa..
Suara- suara telah menyatu dan di nadakan menjadi sebuah melodi
Tubuh juga telah menyatu dengan keindahan
melukiskanya hingga menjadi arti biar berwana atau hanya hitam dan putih
seketsa kini adalah nyawa untuk jari-jari nan lentik
memegang pensil menggerakanya untuk tetap menari
jadilah sebuah seni yang mengagumkan.
dia wanita...
Tubuhnya kurus tetapi tidak sekurus pikiranya,
 yang selalu terbawa oleh sebuah mimpi besarnya.
Bunyi gitar, lukisan pensil,tinta di kulit,desain baju atau baju bergambar gusdur ,
Itulah kamu menjauh dari sisi ketidaknyamanan
Dengan tulisan ini ku ucapkan “Selamat malam wahai pengagum keagungan seni

Mencari


Mencari
Ini adalah kata kotor nan menjijikan
Siapa yang seharusnya aku panggil anjing?
Kamu atau aku
Ini adalah belati berkarat sesewaktu bisa menyayat.
Siapa yang seharusnya jadi mayat?.
Kamu atau aku
Suara sunyi terdengung penuh isyarat
Siapa yang seharusnya bernyanyi ?
Setan atau malaikat
Asapnya putih dan berakhir hitam
Siapa yang harusnya terbakar?
Kamu atau aku
Ini kesalahan yang berujung penyesalan
Siapa yang bersalah?.
Kamu atau dia, mungkinkah aku
Waktu yang mengenang dan waktu yang menjawab.

senandung rindu


Gerimis yang membasahi jalanan sekarang tak ada debu
hanya gelap dan alunan rasa rindu yang menggebu
asap-asap kecil menari kearahku yang lagi merindu
tentang wanita bertinta dengan semua yang dimilikinya.
Satu detik
Satu menit
Satu jam
Satu hari
Satu minggu
Satu tahun ataupun satu abad ku merindu
Tawanya selalu menggebu ku merindu
Menunggu getaran pesan singkat ku merindu
Berharap bersuara nada dering dari ponsel ku merindu
Kamu nan ayu yang kini lagi ingin sendiri.

Aku Menjadi abu

Minggu, 10 Maret 2013



Maaf kini aku sudah tidak yakin akan mu, bersamamu dan menjagamu
Bukan apa-apa cinta.. ini adalah tafsir perasaan
Aku yang di kurung kenikmatan, tapi rasa syukurku telah dipudarkan .
Tak apakah jika aku menghilang dari tatapan mu.
Jangn penah bertanya aku kenapa, atau aku kemana.
Jasad dan jiwa mungkin akan terpisah. Jauh.. jauh..
Jasad ku tentu menyusut tapi tidak dengan jiwaku yang selalu setia di hatimu.
Aku yang ketakutan..
Aku yang hilang percaya diri.
Relakah dirimu tersipu di pelukan tubuh penuh goresan dosa ini.
Teringat Sesekali mengelinang air suci , kamu teteskan untukku
Aku bilang itu tak pantas cinta.. bukan satu tetapi dua atau tiga.
Ketiganya lebih baik dari aku, ketiganya penuh harapan yang nyata..
pergi sajalah aku, dengan ribuan mata yang ku punya..
teruslah Tenang pastikan setiap saat aku bisa melihatmu
Kebahagiaan telah menunggumu disebrang sana, bukan di sini aku berdiri.
Ada istana..
Ada permadani..
Ada mahkota yang begitu indah saat terpasang di kepalamu cinta,
Dari sini, ku ingin melihat dirimu disana,
Dengan gaun putih yang kamu kenakan.. berjalan anggun melewati karpet merah
Menuju kereta kuda yang gagah. Di iringi taburan bunga yang harumnya sampai disini
Aku akan baik-baik saja, sebaik keadaanmu disana
Tetap menjadi rakyat yang cinta kesederhanaan.
Tak akan kamu dustai karena disini aku sendiri.
Ketakutan yang selalu menemaniku.
Hingga aku menjadi abu.





Maksudnya Bangkai kapal



Sebuah bayangan hitam terlihat seperti gubuk, tapi bukan itu maksudnya
Delimapun memerah dengan rekahannya yang menggoda, tapi tak kunjung hati terayu
Lalu apa? Bukan gubuk atau delima, tapi bangkai kapal maksudnya
Seperti aku yang kini terduduk lesu tapi bukan bunga yang layu.
Meratapi angin yang kian malam menjadi badai,
Meratapi pasir yang kian kering menjadi besi.
Tidakkah semuanya benar, yang kecil akan tumbuh menjadi besar.
Berkeriput  bau tanah dan mati ditimbun tanah.
Ini maksudnya hukum kita hidup dan menghirup udara, tidak mau tau sejuk atau gersang.
Aku yang sedang meradang, tanpa uang yang ku pegang hanya arang.
Ini arang bukan pedang.
Semoga aku benar-benar mengerti apa maksudnya.

Dia bukan soeharto




Sepertinya selalumembawa payung
Hanya mirip dengan raja jawa
Selalu dating dan masuk tepat jam tujuh pagi
Hanya mirip dengan bapak cendana
Selalu pulang dan masuk tepat jam empat sore
Hanya mirip dengan bapak pembangunan
Dia muncul hanya diantara sarijadi dan ciroyom
Hidup telah menjadikannya situa  pekerja keras.
Bukan jas merah tetapi kemeja merah yang dia pakai
Yang terlihat dua puluh tahun lebih muda dari umurnya.
Gagah, dingin dan kenal waktu
Topi hitam pun siap siaga menutupi rambutnya yang putih
Tapi sayang dia bukan soeharto.

Lukisan Debu



Mungkin mereka kakak beradik, dibawah langit yang berkuasa
Tetapi  enggan menyembunyikan teriknya matahari.
Sang adik menangis dan sang kakak mencoba memberikan pelukan kecil agar semuanya kembali tenang
Meski tidak setenang air tak berarus atau saat pasir mulai berbisik
Pastilah karena mereka  ada di antara debu dan gemuruh kendaraan.

Inikah potret atau lukisan manis bocah yang telah lama meninggalkan permainan petak umpet.
Yang sejatinya begitu meriah dan mendamaikan suasana sore.
Demi tiga ribu rupiah di kedua tangannya,
Tangan-tangan yang seharusnya halus tak berluka.
Kini penuh goresan kecil dan kasar terkena kerikil jalanan.

Kalian tidak akan pernah tersenyum tetapi meringis.
Sekalipun menebarkan senyuman yang terlihat hanya kepalsuan.
Karena mata yang akan selalu berair. 
Bahagialah dengan aspal hitam pekat dan debu-debu yang terbawa angin.
Kupikir pulanglah....
ibumu menunggu kalian duduk dengan piring plastik tanpa isi.

cahaya kunang

Jumat, 01 Februari 2013

lorong di antara pintu kini gelap yang terlihat hanyalah hitam pekat.
tidakkah kau lihat cahaya di ujung itu, walau sekecil kunang dan ekornya.
tapi aku melihat gemerlapnya bukan satu, bahkan ribuan cahaya.

selamatlah kita wahai cinta, dari kesendirian dan perbedaan andai kau seperti aku.
ini bukan beban tetapi perjuangan rasa.
itu bukan kekhawatiran tetapi kepercayaan.
semuanya bukan ketakutan tetapi langkah keberanian.

Demi kau juga aku sayang

Sabtu, 12 Januari 2013



Sedu sedan tak berarti apa-apa Sekalipun kau tertatih bersimbah darah.
Demi kau juga aku sayang.
Kau nampak baik sedang aku buruk,.
demi kau juga aku sayang.
Lihatlah, tidakkah aku seperti dulu.
Tataplah, tidakkah aku telah terkubur  sewindu nafsu bisu.
Menjauhlah… dari sisi gelap tanpa bayangan ini,
Mungkin nanti harumnya melati akan kuhirup dengan bisikkan raja pecundang.
Melatilah yang memberikan kebahagiaan bukan aku sayang.
Kau akan di jaga perwira sejati, tapi bukan aku sayang.
Melindungimu selalu bahkan anginpun tertunduk takut.
Saat semua itu  terjadi biarkan aku menatap, merasakan, dan melangkah menjauh.
Demi kau juga  aku  sayang.
Kau selalu bertanya kenapa bisa  seperti ini, demi kau juga aku sayang.
Ingin sekali lagi memelukmu, membawa kita beribu-ribu melangkah kebelakang,
Saat semuanya baik-baik saja. Sejuk karena kita masi bisa tersenyum bersama.
Kutulis ini, itu demi kau juga aku sayang.